Semenjak kecil, ada beberapa hal yang sangat aku takutkan. Satu di
antaranya adalah merasa kesepian. Aku sangat takut dan sedih saat berada dalam kondisi
kesepian. Kondisi itu terus ada hingga saat ini. Aku masih terus ketakutan
merasa kesepian. Biasanya, untuk menghindari itu, aku pergi mencari teman. Saat
bersama teman, aku terhindar dari rasa sepi. Aku pun merasa nyaman.
Namun saat ini, situasi berubah. Semua kejadian dalam hidupku
mengkondisikan aku untuk hidup dan berjuang sendirian. Saat ini aku bekerja
sambil kuliah, sehingga tidak bisa lagi berada bersama teman-teman di kampus
yang fokus berkuliah saja setiap harinya. Dalam beberapa hari ke depan, seorang
teman dekat yang paling mengerti aku pun akan pergi meninggalkan Jakarta.
Dua hal itu sangat besar pengaruhnya padaku. Perasaan kesepian
menyelimutiku. Aku tidak bisa berfokus pada pekerjaan dengan baik. Rasa sesak
memenuhi dadaku. Bahkan membuka mata selepas tidur pun aku takut. Kegiatanku
hari demi hari penuh dengan perasaan cemas, takut, dan terutama sedih. Pikiran
akan kesepian selalu membuatku sedih. Aku tidak bersemangat sama sekali.
Setiap kali mandi, gebyuran air
dingin selalu membuat perasaan di dadaku makin sesak. Aku memegang ponsel
setiap saat. Berharap ada kontak dari teman terdekatku. Aku sedih. Aku takut.
Aku khawatir. Sedih, sedih, sedih, dan sedih. Terus begitu.
Sudah beberapa kali aku men-share
perasaan ini ke teman terdekatku. Ia mengatakan bahwa ini hanyalah masalah
waktu. “Nanti kamu juga akan terbiasa untuk berjuang sendirian. Sabar yaaa,”
ujarnya menenangkanku dengan sangat sabar. Ia menyarankan supaya aku melakukan
berbagai aktivitas tanpa mempedulikan rasa kesepian yang ada. “Cuekin aja perasaan itu,” ujarnya. Yaah,
itu memang gampang untuk diucapkan, namun sungguh, teramat sulit untuk
dilakukan.
Aku mencoba sekuat tenaga. Tiap kali pikiran dan perasaan sedih muncul,
kucoba untuk tidak mempedulikannya. Aku terus melakukan aktivitas hari demi
hari dengan mencoba cuek. Namun apa yang terjadi? Semakin kucoba untuk cuek,
perasaan itu makin kuat. Bahkan Sabtu malam, saat aku mengiringi misa di
gereja, pikiranku tak bisa lepas dari ketakutan akan kesepian itu.
Malam ini, aku kembali pergi mengikuti misa di gereja. Aku tak tahu lagi
harus berbuat apa. Akhirnya, meskipun sudah mengikuti misa sehari sebelumnya,
aku kembali datang ke gereja. Saat membuat tanda salib di pintu gereja, dengan
pandangan lurus ke arah salib di atas altar, aku terhenyak. Dadaku terasa sesak
sekali hingga aku ingin menangis. Aku melihat seorang biarawati duduk dengan
sangat tenang. Aku pun duduk di sebelahnya.
Misa dimulai. Aku tak bisa menahan air mataku lagi. Perasaan sesak di dada
semakin memuncak. Aku pun menangis. Hampir sepanjang misa air mataku keluar.
Saat menyanyikan lagu Tuhan Kasihanilah Kami, hatiku merasa sangat remuk.
Sambil terus meneteskan air mata, aku mencoba menyanyikan lagu itu. “Tuhan,
kasihanilah kami. Tuhan, kasihanilah kami. Kristus, kasihanilah kami. Kristus,
kasihanilah kami,” aku mencoba bernyanyi. Aku merasa ingin sekali berteriak
pada Yesus,”Yesus, tolong kasihanilah aku. Tolong, Yesus!” Aku benar-benar tak
kuasa menahan tangis. Perasaan takut akan kesepian yang sudah memuncak langsung
meledak saat aku menyanyikan lagu itu.
Romo berkhotbah. Pesannya sangat jelas, bahwa manusia harus mau untuk terus
berbagi kepada sesama bahkan di dalam kondisi kekurangannya. Aku merasa sangat
nyaman dengan pesan itu. Kondisiku sekarang adalah kondisi kekuranganku. Aku
lemah dalam perjuangan untuk hidup sendirian. Dan dalam kelemahanku ini, all I’ve got to do is memberi dan mempersembahkan hidupku untuk Tuhan. Lewat
pekerjaanku, lewat kuliahku. Aku harus memberi di dalam kekuranganku.
Khotbah Romo itu membuatku merasa jauh lebih tenang. Aku seperti mengerti
harus berpikir apa, merasa apa, dan melakukan apa. Sederhana sekali. Aku hanya
harus terus mencoba untuk memberi di dalam kekuranganku. Terima kasih, Romo.
Misa selesai. Aku berjalan pulang. Badanku terasa sangat lemas, tapi lega
sekali. Aku benar-benar berterima kasih atas kesempatan mengikuti misa. Aku
merasa sangat lega. Perasaan sesak di dada perlahan memudar. Semua ini tak
lepas dari dukungan dan doa dari saudara dan teman-teman terdekatku. Aku yakin
itu.
Terima kasih sudah membaca, Saudaraku. Kan kucoba tuk terus memberi dan
mempersembahkan hidup untuk Tuhan.
Salam persembahan!
Syukurr..Akhire kw menemukan jawabane...
ReplyDeleteSing iso menenangkan n menentramkan..
aku melu seneng n tenang..
*mengutip lagunya sule OVJ "smile you don't cry"
:)
Kang Muh, matur nuwun yo wes moco tulisanku. Nuwuuuuuun banget.. =)
Delete