Khotbah dimulai dengan tiga hal menarik dari bacaan minggu itu. “Pertama, ‘betapa besar kasih yang dikaruniakan Bapa
kepada kita’. Kedua, “keselamatan
tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia’, dan yang terakhir, ‘Akulah Gembala baik yang memberikan nyawanya
bagi domba-dombanya’,” kata Romo In menyebutkan. “Ketiga hal tersebut memiliki
tujuan akhir dan mengarah ke satu titik, yakni manusia!”, lanjutnya.
Romo In meneruskan khotbah ke cerita mengenai Petrus yang menyembuhkan
orang lumpuh. “Berarti manusia itu memiliki kerapuhan. Manusia bisa gagal,
khilaf, sakit, dan lain sebagainya.” Romo menggambarkan bahwa dengan kerapuhan yang
manusia miliki, bukan tidak mungkin manusia kerap jatuh atau gagal.
Kerapuhan manusia itu dikuatkan Romo In dengan cerita mengenai tim sepak
bola Real Madrid yang belum lama kalah dari Bayern Muenchen dalam laga Liga Champions
Eropa. “Jose Mourinho mengatakan, kami bukan Superman. Tidak ada Superman atau
Superwoman di manapun,” cerita Romo. Dua cerita itu menguatkan bahwa manusia
memang memiliki kerapuhan, sehingga sangat mungkin bahwa manusia mengalami
kejatuhan. “Petrus juga menggambarkan bahwa manusia mirip seperti gerabah tanah
liat yang bisa rusak, namun juga bisa dibentuk kembali,” tambah Romo In.
Lalu bagaimana cara manusia dengan semua kerapuhan mencoba hidup sesuai kehendak Allah?
“Dengan
menerima Allah di dalam diri kita!” tegas Romo In. Orang sering menyatakan
bahwa dirinya sudah menerima Allah dalam kehidupan sehari-hari. Namun
sayangnya, Allah yang mereka maksud adalah Allah seperti yang mereka maui,
bukan Allah yang sebenar-benarnya. Siapakah Allah yang sebenarnya? Ada tiga hal
yang bisa menjelaskan tentang diri Allah. “Pertama, Allah adalah kasih. Kedua,
Allah merangkul semua orang untuk menuju keselamatan, siapapun itu. Dan ketiga,
Allah hadir untuk mengenal kita dan membiarkan kita mengenal Dia. Ia hadir lewat
bahasa cinta, yaitu salib itu sendiri!” ujar Romo In.
Hal terakhir yang Romo In sampaikan adalah mengenai minggu panggilan, yang
menjadi tema minggu tersebut. Manusia sebaiknya mulai melihat menggunakan mata
Allah dan berpikir menggunakan pola pikir Allah. “Kita coba bayangkan, apa yang
Allah akan lakukan apabila Ia ada di tengah-tengah masyarakat kita saat ini!”
katanya.
Manusia memiliki kerapuhan, sehingga mungkin sulit bagi manusia untuk
mendengar dan menerima panggilan itu. “Ketahuilah, Allah mencintai semua yang
ada pada diri kita. Allah mencintai kelemahan dan semua ketakutan yang terdalam
dari diri kita,” seru Romo In.
Ia menutup khotbah dengan perkataan Ignatius Loyola, penggagas Serikat
Yesus. “Kita memang manusia pendosa, namun kita dipanggil. Yakni supaya kita
berkarya dan menyebarkan kabar gembira Allah untuk seluruh umat manusia,”
Sekian khotbah Romo In yang sanggup kurekam dan tuliskan. Selamat
berefleksi.
No comments:
Post a Comment