Sunday 29 April 2012

Hai Kamu! Ya, kamu! Aku memanggilmu!

Hari minggu ke-empat setelah Paskah, aku ikut misa di Gereja Santa Theresia, Menteng. Misa dipimpin oleh Romo In Nugroho SJ, Romo yang punya nama mirip denganku. Khotbah Romo In keren banget! Untung sejak awal aku bertekad ‘merekam’ semua khotbahnya, jadi enggak ada poin yang terlewati deh! Sayang sekali kalau khotbah Romo In itu tidak didokumentasikan. Sekarang, dengan segala keterbatasan ingatan dan kemampuan menulisku, sedikit aku coba tulis poin demi poin khotbah Romo In tadi. Semoga bermanfaat.


Khotbah dimulai dengan tiga hal menarik dari bacaan minggu itu. “Pertama, ‘betapa besar kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita’. Kedua, “keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia’, dan yang terakhir, ‘Akulah Gembala baik yang memberikan nyawanya bagi domba-dombanya’,” kata Romo In menyebutkan. “Ketiga hal tersebut memiliki tujuan akhir dan mengarah ke satu titik, yakni manusia!”, lanjutnya.


Romo In meneruskan khotbah ke cerita mengenai Petrus yang menyembuhkan orang lumpuh. “Berarti manusia itu memiliki kerapuhan. Manusia bisa gagal, khilaf, sakit, dan lain sebagainya.” Romo menggambarkan bahwa dengan kerapuhan yang manusia miliki, bukan tidak mungkin manusia kerap jatuh atau gagal.


Kerapuhan manusia itu dikuatkan Romo In dengan cerita mengenai tim sepak bola Real Madrid yang belum lama kalah dari Bayern Muenchen dalam laga Liga Champions Eropa. “Jose Mourinho mengatakan, kami bukan Superman. Tidak ada Superman atau Superwoman di manapun,” cerita Romo. Dua cerita itu menguatkan bahwa manusia memang memiliki kerapuhan, sehingga sangat mungkin bahwa manusia mengalami kejatuhan. “Petrus juga menggambarkan bahwa manusia mirip seperti gerabah tanah liat yang bisa rusak, namun juga bisa dibentuk kembali,” tambah Romo In.


Lalu bagaimana cara manusia dengan semua kerapuhan mencoba hidup sesuai kehendak Allah?
“Dengan menerima Allah di dalam diri kita!” tegas Romo In. Orang sering menyatakan bahwa dirinya sudah menerima Allah dalam kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya, Allah yang mereka maksud adalah Allah seperti yang mereka maui, bukan Allah yang sebenar-benarnya. Siapakah Allah yang sebenarnya? Ada tiga hal yang bisa menjelaskan tentang diri Allah. “Pertama, Allah adalah kasih. Kedua, Allah merangkul semua orang untuk menuju keselamatan, siapapun itu. Dan ketiga, Allah hadir untuk mengenal kita dan membiarkan kita mengenal Dia. Ia hadir lewat bahasa cinta, yaitu salib itu sendiri!” ujar Romo In.


Hal terakhir yang Romo In sampaikan adalah mengenai minggu panggilan, yang menjadi tema minggu tersebut. Manusia sebaiknya mulai melihat menggunakan mata Allah dan berpikir menggunakan pola pikir Allah. “Kita coba bayangkan, apa yang Allah akan lakukan apabila Ia ada di tengah-tengah masyarakat kita saat ini!” katanya.


Manusia memiliki kerapuhan, sehingga mungkin sulit bagi manusia untuk mendengar dan menerima panggilan itu. “Ketahuilah, Allah mencintai semua yang ada pada diri kita. Allah mencintai kelemahan dan semua ketakutan yang terdalam dari diri kita,” seru Romo In.


Ia menutup khotbah dengan perkataan Ignatius Loyola, penggagas Serikat Yesus. “Kita memang manusia pendosa, namun kita dipanggil. Yakni supaya kita berkarya dan menyebarkan kabar gembira Allah untuk seluruh umat manusia,”


Sekian khotbah Romo In yang sanggup kurekam dan tuliskan. Selamat berefleksi.

No comments:

Post a Comment