Ada satu rasa dalam hati manusia yang namanya
CINTA. Tiap manusia bisa dan boleh ungkapkan cinta pada orang lain. Ada cinta
pada pacar, suami atau istri, bapak dan ibu, kakak atau adik, teman, dan
saudara. Beruntunglah manusia yang sempat rasakan ungkapan cinta, karena
hangatlah dunianya.
Namun...
Apa jadinya seorang yang hidup tanpa pernah terselimuti
ungkapan cinta? Apa yang ia rasakan tanpa perhatian orang lain? Apa yang
hatinya katakan saat menemukan dirinya selalu membuka mata di pagi hari tanpa kehadiran
orang tua atau pasangan hidup di sebelahnya? Apa yang tubuhnya rasakan saat tidak
mendapat sentuhan minyak kayu putih hangat saat menderita sakit? Apa juga yang
ia harapkan saat tiada sentuhan telapak tangan hangat saat ia kedinginan karena
kehujanan?
+++
Mungkin itu yang ada dalam hati seorang pemulung laki-laki
kurus di Grogol, Jakarta Barat. Kemarin siang, pemulung berkulit gelap itu
berjalan masuk ke dalam sebuah kompleks perumahan tempat aku tinggal. Ia menggendong
karung goni warna putih dan mengenakan jaket hitam kumal tanpa alas kaki.
Pemulung yang belum aku kenal namanya itu berhenti
di seberang warung makan kecil. Dari tempatnya berdiri, takut-takut ia menengok
ke dalam, seperti mencari tahu apakah warung makan itu murah atau tidak. Ia letakkan
karung goninya dan mencopot jaketnya. Jaket itu ia masukkan dengan hati-hati ke
dalam karung. Ia tinggalkan karung goni itu di seberang jalan dan berjalan
mendekat ke warung makan.
Wajah pemulung itu suram dan sedih sekali. Namun,
ada hal yang aneh. Tiba-tiba, mata pemulung itu menyapaku. Mata itu mengajakku
mengobrol.
Mata itu menceritakan banyak hal tentang dirinya.
Mata seorang yang ketakutan. Mirip seperti seekor anjing yang ketakutan karena terlalu
sering dilempari batu oleh manusia. Mata itu juga kesepian. Ia tidak pernah
mendapat sapaan dan pelukan hangat dari orang yang ia sayangi, atau malah ia
tidak memiliki seseorang untuk ia sayangi. Matanya seperti juga mengatakan
bahwa sehari-hari ia tinggal di sebuah gubuk kecil yang bahkan tidak bisa
melindunginya dari hujan, dan ia merasa kedinginan di situ. Mata seorang yang
mudah sekali remuk saat ada sebuah kekuatan yang menyerangnya. Mata seorang
yang pasrah dalam kesepian dan kesedihannya.
Tubuh kurusnya agak bungkuk. Tangannya kecil
panjang, seperti tersusun dari tulang dan kulit saja. Saat aku perhatikan
tangan kanannya, ada yang menarik perhatianku. Tulisan tipis di lengan kanannya
terpampang jelas. Seperti tato, namun sangat tipis. Tulisan itu terdiri dari
lima kata. Aku gagal membaca kata keempat dan kelima. Namun tulisan awalnya demikian,
HIDUP TANPA CINTA.
Sekarang aku tahu, kenapa matanya berbicara
demikian.
Senin, 30 Januari 2012
Kampus PPm Management
aku selalu percaya.. setiap orang dapat berbahagia dalam setiap kondisinya.. tidak selalu yang kaya lebih berbahagia dari yang miskin.. dan tidak selalu yang sendiri lebih menderita dari yang berpasangan.. karena wujud cinta terlalu sempurna.. bahkan rintik hujan terasa sebagai sebuah sapaan cinta.. keilahian adalah cinta..
ReplyDelete