Monday 30 January 2012

Mata Sang Pemulung



Ada satu rasa dalam hati manusia yang namanya CINTA. Tiap manusia bisa dan boleh ungkapkan cinta pada orang lain. Ada cinta pada pacar, suami atau istri, bapak dan ibu, kakak atau adik, teman, dan saudara. Beruntunglah manusia yang sempat rasakan ungkapan cinta, karena hangatlah dunianya.

Namun...

Apa jadinya seorang yang hidup tanpa pernah terselimuti ungkapan cinta? Apa yang ia rasakan tanpa perhatian orang lain? Apa yang hatinya katakan saat menemukan dirinya selalu membuka mata di pagi hari tanpa kehadiran orang tua atau pasangan hidup di sebelahnya? Apa yang tubuhnya rasakan saat tidak mendapat sentuhan minyak kayu putih hangat saat menderita sakit? Apa juga yang ia harapkan saat tiada sentuhan telapak tangan hangat saat ia kedinginan karena kehujanan?

+++

Mungkin itu yang ada dalam hati seorang pemulung laki-laki kurus di Grogol, Jakarta Barat. Kemarin siang, pemulung berkulit gelap itu berjalan masuk ke dalam sebuah kompleks perumahan tempat aku tinggal. Ia menggendong karung goni warna putih dan mengenakan jaket hitam kumal tanpa alas kaki.

Pemulung yang belum aku kenal namanya itu berhenti di seberang warung makan kecil. Dari tempatnya berdiri, takut-takut ia menengok ke dalam, seperti mencari tahu apakah warung makan itu murah atau tidak. Ia letakkan karung goninya dan mencopot jaketnya. Jaket itu ia masukkan dengan hati-hati ke dalam karung. Ia tinggalkan karung goni itu di seberang jalan dan berjalan mendekat ke warung makan.

Wajah pemulung itu suram dan sedih sekali. Namun, ada hal yang aneh. Tiba-tiba, mata pemulung itu menyapaku. Mata itu mengajakku mengobrol.

Mata itu menceritakan banyak hal tentang dirinya. Mata seorang yang ketakutan. Mirip seperti seekor anjing yang ketakutan karena terlalu sering dilempari batu oleh manusia. Mata itu juga kesepian. Ia tidak pernah mendapat sapaan dan pelukan hangat dari orang yang ia sayangi, atau malah ia tidak memiliki seseorang untuk ia sayangi. Matanya seperti juga mengatakan bahwa sehari-hari ia tinggal di sebuah gubuk kecil yang bahkan tidak bisa melindunginya dari hujan, dan ia merasa kedinginan di situ. Mata seorang yang mudah sekali remuk saat ada sebuah kekuatan yang menyerangnya. Mata seorang yang pasrah dalam kesepian dan kesedihannya.        

Tubuh kurusnya agak bungkuk. Tangannya kecil panjang, seperti tersusun dari tulang dan kulit saja. Saat aku perhatikan tangan kanannya, ada yang menarik perhatianku. Tulisan tipis di lengan kanannya terpampang jelas. Seperti tato, namun sangat tipis. Tulisan itu terdiri dari lima kata. Aku gagal membaca kata keempat dan kelima. Namun tulisan awalnya demikian, HIDUP TANPA CINTA.

Sekarang aku tahu, kenapa matanya berbicara demikian.

Senin, 30 Januari 2012
Kampus PPm Management

1 comment:

  1. aku selalu percaya.. setiap orang dapat berbahagia dalam setiap kondisinya.. tidak selalu yang kaya lebih berbahagia dari yang miskin.. dan tidak selalu yang sendiri lebih menderita dari yang berpasangan.. karena wujud cinta terlalu sempurna.. bahkan rintik hujan terasa sebagai sebuah sapaan cinta.. keilahian adalah cinta..

    ReplyDelete