Wednesday 3 August 2011

Andy dan Pohon Besar di Depan Rumah

Anak laki-laki itu namanya Andy. Rambutnya hitam keriting. Matanya bulat besar. Usia Andy baru 8 tahun. Wajahnya manis.

Andy tinggal di rumah besar di pedesaan. Rumah Andy jauh dari rumah lainnya. Sekeliling rumahnya cuma ada hamparan padang rumput luas. Dia jarang bermain bersama anak seusianya. Setiap sore, setelah pulang dari sekolah dan membantu ibunya mengurus ternak, Andy pergi ke luar rumah.

Ada sebuah pohon besar di depan rumah Andy. Andy selalu kagum melihat pohon besar itu. Batangnya tidak terlalu tinggi, tapi besar sekali. Daunnya banyak sekali, luas menutupi tanah di bawahnya. Tiap keluar rumah, menuruni beberapa anak tangga, Andy selalu berhenti sejenak. Dia melihat pohon yang jaraknya hanya sekitar 100 meter itu. "Bagus sekali," batin dia.

Suatu sore yang cerah, saat asyik bermain di bawah pohon itu, Andy menengok ke atas. Ia melihat pucuk pohon besar itu. Ia membayangkan, apa kira-kira yang bisa ia lihat dari atas sana. Andy mencoba memanjat pohon. Ia meloncat memeluk pohon itu. Perlahan memanjat. "Uuugh, berat sekali." Dia mencoba bertahan. Namun tangannya tidak kuat. Andy meloncat turun. "Sial, baru memanjat sedikit, sudah tidak kuat." Andy mencoba lagi. Namun kali ini ia tidak kuat memanjat sama sekali. "Sudahlah, aku pulang dulu. Besok aku coba lagi."




Esok harinya, sepulang sekolah dan berganti pakaian, Andy langsung mendekati pohon itu. Ia mencoba memanjat lagi. Kali ini ia sudah menutupi tangannya dengan kain lap yang ia temukan di dapur. Cara itu berhasil. Andy bisa memanjat dua hingga tiga langkah ke atas. Ia mencoba menengok ke kanan kiri. "Waah, aku bisa melihat rumah teman-temanku. Itu ibu di belakang sedang menjemur." Andy mencoba naik lagi. Namun ia tidak kuat. Andy berhenti di sana. Ia menikmati semua pemandangan yang bisa ia lihat. Setelah tidak kuat, Andy segera turun. Ia berlari ke rumah. Menceritakan semua pemandangan yang ia lihat pada ibunya.

Keesokan harinya, Andy tidak keluar rumah sama sekali. Di dalam kamar, ia menuliskan semua pemandangan yang ia lihat kemarin. Dalam tulisannya, Andy seakan menceritakan semua pemandangan itu pada ayahnya. Rumah teman-temannya yang jarang ia lihat, bangunan sekolah, dan bangunan gereja di kampung sebelah. "Nah, aku akan kirim ini pada ayah."

Andy turun dari kamarnya di lantai dua. "Ibuuuu! Ibuuuu! Aku punya surat untuk ayah." Ibu melihatnya. Ia kembalikan surat itu pada Andy. "Bagus, Nak. Ini bagus sekali. Coba kamu panjat lebih tinggi pohon itu, lalu tulis lebih banyak lagi." Andy tersenyum puas.

Esoknya, selepas sekolah Andy bergegas pulang. Sepeda bekas yang ayahnya belikan ia pacu sekuat tenaga. "Kali ini aku harus bisa memanjat lebih tinggi." Sampai di rumah, Andy langsung lari ke dapur, mengambil sepotong roti cokelat, dan buru-buru lari ke pohon besar.

Andy mengatur nafasnya yang terengah-engah. Setelah cukup tenang, Andy memanjat pohon itu. Sekuat tenaga ia panjat pohon besar itu. Kali itu Andy menggunakan kain lebih tebal untuk membalut tangannya. "Uuugggh, ayo lebih tinggi lagi!" Andy sekarang sampai di bagian yang berhasil ia panjat kemarin. Nafasnya kembali terengah. Ia berhenti sebentar, melihat kanan-kirinya. "Ya, ini dia pemandangan yang aku lihat kemarin."

Andy memanjat lebih tinggi lagi. Tangannya semakin perih. "Pelan-pelaaan... Pelan-pelaaan..." Andy berhasil memanjat tiga langkah lebih tinggi. Namun masih jauh dari pucuk pohon. "Aku tidak kuat... Hosh.. Hosh..." Andy menengok sekeliling. "Waaaahhhh...." Tak disangka, Andy sudah berada cukup tinggi.

Andy bisa melihat semakin banyak pemandangan bagus sekarang. Ternyata ada sebuah masjid kecil di sebelah gereja yang ia lihat kemarin. Sebuah peternakan dengan kandang kuda besar ada jauh di belakang gedung sekolahnya. "Aku belum pernah lihat itu sebelumnya." Andy kagum. Ia menengok ke arah belakang rumahnya. Di sana Andy melihat banyak anak kecil seusianya asyik bermain sepak bola.

Andy tersenyum sangat senang. Perlahan ia turun, melompat ke tanah, dan berlari ke dalam rumah. "Ibuuuu, aku melihat banyak pemandangan baru!" Ibu hanya menengok tersenyum sambil terus menyapu lantai dapur yang kotor karena remahan roti Andy. Andy naik ke kamarnya. Ia tuliskan semua hal yang ia lihat di kertas kosong. Kertas itu kemudian ia gabungkan dengan kertas yang ia tulis sehari sebelumnya. Dua kertas itu ia lipat rapi, dan ia masukkan ke dalam amplop besar bertuliskan 'Untuk Ayah'. Andy tertawa keras. Ia senang sekali. Di bawah, Ibu yang mendengar tawa Andy hanya menggelengkan kepala.

Tidak puas sampai di sana, Andy berniat memanjat pohon lebih tinggi lagi. Ia sengaja tidur lebih cepat malam itu. Sebelum tidur, Andy berdoa supaya esok hari tangannya lebih kuat dan ia bisa memanjat pohon lebih tinggi lagi.

Keesokan sorenya, cuaca mendung. Hujan turun rintik. Andy tak peduli. Ia menyambar jas hujan di ruang tamu, berlari menuju pohon. Ibu memandang dari balik jendela. Ia hanya tersenyum melihat tingkah anaknya.

Andy mulai memanjat pohon. Tak ia sangka, air hujan membuat batang pohon licin. "Uuugh, ternyata lebih sulit." Andy terus mencoba naik. "Jangankan lebih tinggi, sampai ke tempat kemarin saja sulit sekali, uuughh!" Tangan Andy semakin perih. Kakinya lemas. Ia berhenti sejenak. Tak ia sangka, ia sudah sampai di tempat yang berhasil ia capai kemarin. "Baiklah, sekarang aku harus menengok sekeliling." Andy menengok kanan kirinya.

Andy kecewa. Di sana-sini ia hanya melihat tetesan air hujan. Derasnya hujan telah menutup pemandangan. Ia kecewa sekali. "Padahal aku sudah susah-susah sampai di sini. Tapi, tunggu sebentar...." Andy tetap menengok sekelilingnya. "Ini pemandangan baru yang belum pernah aku lihat. Pemandangan hujan! Aku mendapatkan pemandangan baru!"

Dengan lutut yang semakin lemas, Andy bergegas turun. Sampai di bawah, Andy jatuh terduduk. Ia lemas sekali. Pandangannya kabur. Ia tidak kuat lagi. Andy melihat sosok ibunya dari balik jendela rumah. Andy ingin berteriak minta tolong ibunya. "Ibuu...." Namun suara yang keluar lirih sekali. Kepala Andy sakit sekali. Kakinya gemetar sekarang. Tangannya perih akibat memanjat pohon.

Samar-samar ia lihat sosok laki-laki gagah besar mendekatinya. Laki-laki itu berjongkok di depannya. "Ayo bangun, Andy! Kita pulang!" Laki-laki itu mengulurkan tangannya. "Ayah? Ayah sudah pulang?" Laki-laki itu tersenyum. Andy menyambut uluran tangan itu. Tangan yang sangat besar dan kuat. Dengan sekali hentakan, tangan itu menarik tubuh Andy yang kecil. Andy segera sadar. Sakit di kepalanya sedikit berkurang. Lututnya sedikit menguat.

Setelah berdiri cukup kuat, Andy mengucek matanya. Ia melihat sosok laki-laki itu. Benar itu adalah ayahnya. Ternyata ibu sudah ada di sebelah ayah. Keduanya tersenyum melihat Andy. "Lihat apa saja tadi di atas sana?" tanya ayah dengan suara berat. "Aku lihat banyak hal baru, ayah. Nanti aku ceritakan." Ayah hanya tertawa kecil. Mereka berjalan pulang.

No comments:

Post a Comment